Stop budaya konsumerisme! Menjadi lebih bahagia dengan Hidup Minimalisme
Selain sebagai makhluk sosial,
manusia sebagai homo economicus yakni
makhluk ekonomi. Sebagai makhluk ekonomi manusia merupakan makhluk yang tidak
ada rasa puasnya.
Manusia menginginkan banyak hal
meskipun sudah memiliki semua yang dibutuhkan. Ketika satu keinginan tercapai,
masih ada banyak keinginan lainnya yang harus tercapai pula. Keinginan yang
tidak ada habisnya ini membuat manusia tergoda mengkomsumsi banyak hal atau dikenal
dengan istilah komsumerisme.
Seiring perkembangan zaman.
Barang-barang yang merupakan wujud keinginan manusia. Dinilai tidak sekedar
dari nilai gunanya saja tetapi juga dari nilai simbolik atau nilai tanda dari
barang tersebut. Misalnya tas bermerek atau kendaraan mewah menjadi penanda kelas sosial yang tinggi. Pada
suatu titik banyak orang yang menyadari keinginan yang tak terbatas ini justru
berjuang pada kesia-siaan.
Selain banyak uang telah kita
habiskan. Karena konsumerisme tersebut, tempat tinggal kitapun jadi sumpek, akibat
terlalu banyak barang didalamnya. Belum lagi kita tidak memiliki waktu untuk
menyortir dan merapikan barang-barang mana yang benar-benar dipakai.
Ditengah keresahan-keresahan ini.
Hadirlah sebuah gaya hidup yang dinamai “minimalisme”. Gaya hidup ini
diterapkan oleh orang-orang yang tidak mau lagi diperbudak oleh konsumerisme.
Di Jepang minimalisme ini muncul dan telah mengakar sebagai suatu budaya.
Sedangkan di Indonesia minimalisme muncul dari tren interior desain kemudia menyebar
ke aspek yang lainnya.
Apa yang mencoba dicapai para
minimalis tergantung pada masing-masing individu. Ada yang sekedar mengikuti
tren saja, dan ada yang benar-benar mendalaminya dalam praktik kehidupan
sehari-hari.
Salah satu tujuan dari menerapkan
gaya hidup minimalisme ini sebenarnya agar hidup lebih terasa bermakna dan
tidak terpengaruh arus komsumerisme, komidifikasi, dan efek media. Fokus
minimalisme bukan hanya pada pengurangan barang, tetapi juga pada pola pikir.
Apakah kamu pernah menyimpan barang
atau kenangan selama puluhan tahun atau lebih? Kita biasanya memandang benda
tersebut untuk mengingatkan kenangannnya. Namun para minimalis punya pendapat
lain. Mereka memiliki pola pikir bahwa kenangan tidak terletak pada benda, tapi
dalam hati dan pikiran kita sendiri.
Misalnya kita masih bisa mengingat kenangan tentang nenek tanpa
harus menyimpan kursi peninggalannya, yang ironisnya tidak pernah kita pakai.
Padahal dengan menyumbangkannya dapat memberi manfaat atau nilai pada kehidupan
orang lain.
Memiliki banyak benda tidak
selalu memberikan kebahagiaan. Namun justru menjauhkan kebahagiaan itu sendiri.
Secara tidak langsung, barang atau benda tersebut bisa menghabiskan energi. Karena
mengurusnya membutuhkan perhatian, waktu, biaya, dan usaha.
Ketika barang-barang yang kita
tidak butuhkan disingkirkan kita akan mendapat kebebasan ruang. Ruangan yang
minim barang akan terlihat luas. Dampaknya pikiran bisa menjadi lebih fresh
lalu ide dan kreatifitas akan mengalir deras. Setelah membuang barang yang
benar-benar kita tidak perlukan. Hidup kita akan menjadi lebih bahagia.
Berbagai pikiran dan perasaan yang sesak akan barang perlahan akan mulai legah
Manfaat lain dri hidup minimalis
adalah kita bisa menilai orang dengan lebih bijak, bukan cuma dari segi materi
yang mereka miliki. Kita tidak akan memiliki rasa cemburu melihat orang lain
yang penuh materi. Dan juga dengan pola pikir ini, hidup menjadi lebih tenang,
damai, dan lebih bahagia.
Menjadi minimalis bukan berarti
pelit. Tetapi tidak ingin berbelanja barang secara berlebihan. Jika membeli
pakaian baru. Sistem satu masuk, satu keluar diterapkan. Selain itu kita dapat
menghemat pengeluaran uang.
Dengan hidup minimalis kita juga
dapat menyelamatkan bumi. Karena benda yang dipilih harus dipakai secara terus
menerus atau bersifat ramah lingkungan. Menekan hasrat untuk memiliki barang
lebih baik daripada berlomba siapakah yang memiliki benda paling sedikit.
Bahagia itu sederhana. Ungakapan
klasik ini bisa jadi benar bagi sebagian orang. Definisi bahagia setiap orang
memang berbeda-beda. Ada yang bahagia karena dapat membeli barang apapun dengan
mudah. Tetapi ada juga juga orang yang
merasa senang atas sesuatu yang biasa saja seperti minum kopi dikala hujan.
Memang hal ini sedeharana ini yang coba kita tawarkan dengan gaya hidup
minimalisme, yang menawarkan kebahagiaan melalui kesederhanaan.
Kalau kamu tertarik menjadi
seorang minimalis, coba biasakan diri untuk tidak langsung tergoda saat melihat
iklan barang baru dan tidak gampang iri dengan apa yang dimiliki oleh orang lain.
Pola pikir akan berubah secara perlahan, dari yang tadinya memuja materi, bisa
menjadi lebih bijak. Kita akan bisa menilai banyak hal dari segala sisi.
Intinya kita harus bisa
mengontrol diri sendiri, dengan mempertimbangakan kembali dalam memenuhi apa
yang benar-benar kita butuhkan, dan
tidak sekedar memilik barang hanya karena menginginkan penilain baik dari orang
lain.
Jadi, berhentilah membeli
seseuatu hanya karena ingin terlihat keren atau ikut tren. Jangan sampai kita
menjadi manusia yang diperbudaki oleh konsumerisme. Menuruti keinginan memang
tidak ada salahnya, namun keinginan itu juga tidak ada habisnya.
Post a Comment for "Stop budaya konsumerisme! Menjadi lebih bahagia dengan Hidup Minimalisme"